Wednesday, January 11, 2006

susu jahe

Angkringan seakan telah menjadi pelengkap kota Jogja. Pada mulanya tukang angkringan berasal dari Klaten. Tapi belakangan ini sudah banyak tukang angkringan yg berasal dari warga yogya sendiri. Dulu angkringan merupakan alternative buat para mahasiswa ataupun masyarakat yang ingin mengisi perut dengan harga yg cukup murah. Tetapi sekarang banyak orang2 yg berduit yg tetap nongkrong di angkringan untuk sekedar menikmati sebuah suasana. Suasana kehidupan rakyat kecil, suasana sebuah kebersamaan, sebuah kebebasan, tempat untuk berkumpul atupun bertukar informasi, ataupun sekedar bernostalgia. Agkringan banyak tersebar di sietiap sudut jogja. Setiap orang tentu punya angkringan favorit masing2. Pun demikian halnya aku. Aku mulai mengenal angkringan pada thn 1991. pada waktu masih SMA. Waktu itu aku sering maen ke kost kakakku di daerah sagan dan sering diajak makan di angkringan. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu , setelah aku memasuki bangku kuliah akhirnya aku menemukan sebuah angkringan sendiri. Thn 1995 aku mulai mengenal angkringan Kang Panut. Kang Panut asli berasal dari Bayat Klaten sehingga gak diragukan lagi kualitas keangkringannya. Agkringan Kang Panut berada di Kampoeng Klebengan berlokasi di sebelah barat daya lapangan klebengan pinggir selokan mataram. Sejak itulah aku resmi terdaftar sebagai pengunjung tetap angkringan kang panut sampai sekarang. Dulu pengunjung Kang Panut didominasi warga kampong klebengan yg sering nongkrong di situ dan sedikit warga komunitas wisderkid tempat aku berteduh sebuah kost di sebelah angkringan kang panut. Lama kelamaan pengunjung di situ mulai ramai dan akhirnya didominasi oleh anak2 mahasiswa yg kost di klebengan dan sekitarnya. Dan warga kampong klebengan tersisih dan menjadi pengunjung after midnight di komunitas kang panut. Kang Panut memberlakukan tarif khusus bagi warga wisderkid, di bawah harga resmi. Sehingga anak2 menjadi merasa nggak enak dan beberapa temen menggunakan system self assessment (menghitung sendiri) supaya Kang Panutt gak terlalu rugi. Ternyata Kang Panut merasa lebih enjoy dgn system itu sehingga kalo ada warga wisderkid habis makan dan mau membayar kang panut selalu bilang “wis etungen dewe kono mas ..!” Akhirnya mau nggak mau harus menghapal harga2 dagangan kang panut. Tapi anehnya kang panut selalu tidak memberitahukan kalo ada tariff baru.
Seiring dengan kondisi perekonomian di Indonesia kang panutpun talah mengalami pasang surut. Masa kejayaan dan masa2 sulit telah menjadi bagian dari angkringan kang panut. Sekarang di sekitar angkringan Kang Panut telah tumbuh warung2 tenda yg siap menenggelamkan angkringan Kang Panut. Tapi sekali lagi angkringan tetap mempunyai komunitas tersendiri dan angkringan Kang Panut tak akan mati. I hope. Generasi demi generasi akan selalu menjadi pengisi angkringan Kang Panut.
Segelas susu jahe favoritku telah habis setengahnya. Aku masih merasa 11 tahun yang lalu ketika pertama duduk di dingklik kang panut sambil memesan susu jahe dan menyalakan sebatang rokok Gudang Garam filter ethengan 100 perak.
Pesta mass..!!
Pesta kang..!!

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home